Tadi
sore agak sibuk dari sore sore biasanya, yang biasanya mungkin badan menempel
di Kasur atau mungkin sedang berdiri di ‘balkon’ lantai dua kos, hari ini saya
ke kantor kelurahan Tamalanrea untuk mengambil APD guna mendukung dan
berpartisipasi dalam upaya pemerintah kota Makassar dalam menekan kasus
Covid-19 yang ada di Makassar, dimana dari segi zona orange. Zona orange
ini berarti masyarakat harus lebih meningkatkan kewaspadaan mereka dalam
beraktifitas, adanya pembatasan mobilisasi, serta penggunaan alat pelindung
diri dan kondisi hand hygiene. Tenaga Kesehatan pun memiliki tanggungjawab
dalam menekan prevalensi wabah virus ini dengan cara melakukan deteksi dini, screening
contohnya.
Saya
agak sedikit kesulitan tadi saat di kelurahan karena ternyata koordinator
kelurahan saya, yang membawa APD sudah pulang duluan sehingga memaksa saya
untuk mengambilnya di lokasi yang sudah di tentukan. Saya lihat jam di gadget
saya yang mungkin dalam beberapa detik ke depan akan mati karena baterai
tersisa 1%, pukul 17.06 WITA. Mencoba dengan gercep membuka google
Maps, melihat jarak kantor kelurahan Tamalanrea ke Perintis Kemerdekaan
VIII Blok AG sekitar 16 menit dengan berjalan kaki, sedangkan dengan motor
sekitar 8 menit. Setelah melihat dengan
baik lokasi tujuan, gadget saya benar-benar mati, Ok, saya putuskan naik
pete-pete dengan patokan berhenti adalah lorong tepat di depan Dinas
Pendidikan. Sempat ingin menghubungi teman menjemput saya, teman yang bukan sekadar
teman, saya baru ingat ‘mereka’ sedang ‘bersemedi’ di hutan. Sambil duduk
dengan tenang di dalam pete-pete, mata saya tidak berhenti melihat
sebelah kanan untuk mengamati jangan sampai saya melewatkan kantor Dinas
Pendidikan, akhirnya sampai sesuai keinginan.
Berjalan
masuk melalui lorong, seperti tidak asing, saya melihat STIKES Nani Hasanuddin,
mantan calon kampus saya dulu. Iya, saya dan teman-teman saya dari unha**
sempat akan dipindahkan ke kampus ini. Terlihat abang bentor sedang nongkrong
asyik depan kampus tersebut, bertanyalah saya “blok AG sebelah mana pak?”.
Ikutlah saya sesuai petunjuk dari si abang bentor. Kemudian berjalan sebentar,
saya baru ingat ternyata ini jalan menuju warkop tempat pencarian dana untuk
buka puasa Bersama HME FT-UMI dua bulan lalu, tidak heran saya tidak ingat
dengan jelas karena melewati jalan ini selalu pada malam hari.
Berjalan
terus dan terus sambil mencari tempat yang kiranya dapat saya singgahi untuk
mencharger gadget saya yang sudah sekarat sedari tadi, mungkin
ada informasi di grup yang bisa memberikan petunjuk menjawab pertanyaan dalam
hati saya “DIMANA KAH RUMAHNYA BERADA, UDAH DENYUT DENYUT BETIS SAYA JALAN DARI
JALAN POROS SAMPAI SINI”, tidak apa, cuaca sangat sejuk, maklum baru selesai
hujan. Kembali saya ciptakan Pelangi di depan mata saya. Qadarullah saya
bertemu dengan orang yang sedang mencari rumah korlu, Bersama samalah kita
mencari dan sampailah pada tujuan.
Kembali
saya melewati jalan yang saya lalui tadi dengan tas yang penuh terisi APD,
sedikit berat. Langit masih berwarna orange pudar dengan sedikit vibe sendu
sehabis hujan, ya tipikal jam 17.30nya Makassar, tetap cerah. Sembari jalan, saya
melihat ada rumah makan padang, singgahlah untuk membeli menu favorit saya,
nasi ayam 13.000,-. Saya baru pertama kali makan nasi padang saat saya berada
di Makassar, seorang teman dari Teknik Mesin 19 membelinya untuk kita berdua,
itupun setelah bergelut panjang tentang “makan apa nih?”. Seingat saya ini
sehari sebelum pengkaderan kami Angkatan 2019. Pertama kali makan, saya bingung
kenapa daun singkong bisa seenak ini. Dari saat itu, saya mengakui nasi padang
adalah makanan favorit saya, setelah mi goreng dan bakso yang dulu pernah
membuat saya tifus (baca:tipes). Saya pikir, saya harus bertanya kembali ke teman
Teknik mesin 19 dimana dia membeli nasi padang waktu itu, rasanya berbeda. Bagaimana
bisa daun singkong terasa seperti dendeng sapi. Bagaimana saya bisa berpendapat
bahwa rasanya seperti dendeng sapi sedangkan saya belum pernah makan dendeng
sapi. Tidak tahu, saya hanya lihat dari bentuknya sepertinya seperti itu.
Sesampainya
saya depan jalan poros tepatnya depan dinas Pendidikan, menunggu pete-pete
sebentar, kondisi seperti biasa, pete-pete ramai. Pikir saya, tidak apa,
ini hanya perjalanan beberapa menit untuk sampai ke pampang. Terlihat seorang
ibu dengan dua anaknya yang masih kecil mungkin berumur 1 dan 3 tahun duduk di depan saya,
sepertinya ibunya adalah pedagang asongan, saya melihat beberapa gelas minuman
di dalam tas plastik yang dibawanya beserta beberapa lembar popok anak. Bukan naif,
setiap melihat pemandangan seperti ini, doa saya dalam hati adalah semoga
saya bisa menjadi orang hebat di masa depan agar dapat membantu lebih banyak
orang.
Pete-pete
berjalan dengan laju, hingga sampai depan rumah-rumah tentara? Saya tidak tahu
pasti itu apa, yang jelas rumah-rumah itu berwarna hijau, dengan slogan di gerbangnya
SETIA HINGGA AKHIR. Tiba-tiba saya teringat dengan kata Previledge. Bahwa
orang dengan previledge yang banyak memiliki tanggungjawab yang lebih
besar. Seketika Maudy Ayunda terlintas di pikiran saya, “dari gelar
akademik yang Maudy punya serta keistimewaan dia yang sudah berkuliah di sekolah
terbaik di dunia, terlepas dari itu, dia juga punya beban yang banyak”. Sama halnya
dengan saya, “punya previledge buat bisa kuliah di dua jurusan berbeda, saya
punya tanggungjawab yang besar, yang mana kalau tidak saya lakukan berarti saya
bukan orang yang Amanah”. Saya paham bahwa, tujuan kita diciptakan di dunia
ya untuk beribadah pada Allah SWT. Segala kegiatan kita adalah ibadah, termasuk
pekerjaan kita. Oleh karena itulah kita harus bersungguh-sungguh dalam bekerja,
terapkan ilmu yang sudah kita peroleh dengan maksimal, karena ini terhitung
sebagai ibadah. Jikalau ada yang tidak sesuai antara apa yang kita peroleh dengan
apa yang kita terapkan, apakah ini bukan termasuk tidak ‘amanah’?
Saya
sangat mengantuk sekarang, 0:42 WITA, benar-benar ingin tidur. Semoga kegiatan screening
Makassar Recover besok dapat berjalan dengan lancar. Mari berdoa sebelum tidur
agar tidur kita bernilai ibadah.
Komentar
Posting Komentar