Beberapa
hari yang lalu tepatnya pagi 22 Juni 2021, masih sangat pagi, langit Makassar
masih warna biru tua sekitar pukul 05.30 WITA, saya duduk depan laptop untuk
mengerjakan laporan praktikum Teknik digital dan elektronika analog, tiba-tiba pikiran
saya jadi harubiru. Seperti flashback ke beberapa tahun lalu saat masih kuliah
di FK UHO. Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah ya, momen-momen harubiru
seperti ini biasanya muncul kalau lagi sementara kerja tugas dan capek atau
paling tidak merasa tertekan dengan orang-orang yang related seperti dosen
atau asisten laboratorium atau teman-teman di kampus, pokoknya orang yang ada
hubungannya sama tugas itu. Tapi, harubiru kali ini seharusnya bukan karena
salah satu hal di atas, seharusnya. Alasannya ya, karena lab nya cukup santai,
tugas-tugas perkuliahan sudah selesai semua alias hutang sama dosen sudah lunas,
asisten laboratorium kali ini juga baiiiknya masyaa Allah, dan teman-teman angkatan
juga sepertinya tidak ada masalah.
Tapi
kemudian sebuah melodi terputar di kepala saya. Pada malam hari sebelumnya,
saya sempat scroll YouTube untuk nonton konten dari channel Kamar
Film, maklum saya sedang ingin nonton film tapi tidak suka kalo durasinya
kepanjangan, jadi saya lebih memilih nonton review. Setelah nonton bolak
balik sana sini, tiba-tiba di list rekomendasi video ada film ‘Tenggelamnya
kapal Van Der Wijck’, bisa dibilang mungkin buka filmnya, hanya sebuah video fanmade
ringkasan film beserta soundtrack andalannya yang dinyanyikan oleh Nidji
berjudul Nelangsa. Lagu Nelangsa ini menjadi salah satu lagu yang paling sering
saya dengar saat masih semester dua perkuliahan di tahun 2016. Mendengarkan
lagu ini dulu terasa biasa saja, dalam kepala hanya berpikir, ‘oh, ini lagu
yang menjadi backsound kisah pahitnya kehidupan seorang lelaki bugis Zainuddin
dan perempuan Minang, Hayati’.
“Nelangsa,
bunga tunggal di karang
Cantik
tidak tergenggam
Terpisah
takdir dunia”
Tidak
dapat ku sayang
Mengharapkan
jawaban”
Saat
jauh dekat, semuanya sama…”
Teringat sebuah tulisan tertancap di pohon belakang fakultas Teknik umi, tempat saya belajar sekarang, seseorang menulis bahwa,
‘Setiap orang punya masa dan setiap masa ada orangnya’
Kalimat ini mengandung sejuta makna. Kesabaran, telaten, berproses hanya tiga diantara sejuta makna kata motivasi itu. Bagi saya,
‘Setiap masa punya lagu dan aroma’
Seperti lagu Nelangsa, walaupun samar-samar saya teringat tempat berwarna hijau, atau saat duduk di atas meja belajar memandangi laptop Dell saya yang saat ini sudah berumur 10 tahun dan buku-buku tebal di dalam kos yang tidak terlalu besar yang saya tinggali bersama kakak saya, atau saat berjalan di atas rumput-rumput hijau yang luas di tengah kampus. Seperti itu kiranya. Sesuatu yang besar ingin saya tuliskan di sini. Tapi saya tidak yakin kata apa yang tepat untuk menggambarkan momen itu.
Ini hanya satu dari beberapa lagu yang berkesan dan membuat pikiran harubiru.
Semakin
dewasa, saya mulai mampu menghubungkan semua kejadian yang terjadi, saya jadi
lebih mampu mengendalikan emosi, saya lebih cerdas memandang suatu kondisi,
saya tahu mana prioritas dan bukan, saya mampu beradaptasi dan menilai orang
pada pertemuan pertama.
Dalam
suatu proses, momen awal adalah saat yang paling berat. Saat kau harus bangun
sendiri, berdiri sendiri, anggaplah seperti kau berada dalam rahim ibumu. Kau sendiri,
tapi kau tahu bahwa,
Sehingga,
kau sadar bahwa saat-saat harubiru seperti ini tidak akan bertahan lama. Hal lucu
baru saya pelajari dalam elektronika. Orang-orang yang belajar dalam bidang
ini, pasti sering mendengar komponen elektronika pasif dan aktif. Kapasitor,
salah satu komponen elektronika pasif. Pertama kali saya tau apa fungsi benda
kecil ini, dan bagaimana prinsip kerjanya, saya merasa semua hal di dunia ini
bernyawa. Bahkan si kapasitor yang kecil itu struggle bagaimana caranya
agar sebuah baling-baling kipas angin dapat berputar. ‘dia’ tahu pasti berat
awalnya harus menyuplai arus listrik dalam jumlah besar, tapi setelah ‘awal’
itu, arus listrik yang stabil akan membantunya dan semua akan baik-baik saja. Ini lah yang saya
lakukan dulu. Bertahan saja, Allah SWT melihatmu. Banyak sekali capture quotes
di gadget saya dulu, sebagai penyemangat. Satu di antaranya,
Sering saya dengungkan dalam pikiran tiap jam 5 sore sepulang kampus tiap hari, setelah penatnya otak belajar seharian hampir 12 jam di kampus dengan sistem belajar yang sangat padat, berlari-lari kecil sepanjang fakultas Kesehatan masyarakat uho dan tikungan sport center sembari mendengarkan lagu Hinayume dari Aqua Timez. Hai kau! hidup Badillah Ode Jul yang penuh impian di usia belasan tahunnya, tetaplah seperti itu.
Tentang
Aqua Timez dengan Hinayume-nya, lagu ini seperti hujan di musim panas,
menyejukkan dengan aroma rumputnya yang sebagian orang mungkin tidak suka. Saat
saya mengetik ini, saya sedang mendengarkan lagu indah ini. Seperti ingin
menangis. Jika dunia paralel ada, biarkan saya teriak atau mengirimkan tulisan
ini pada dia yang sangat positif menghadapi dunia,
Beberapa baris lirik dalam lagu Hinayume membuat saya naif, bahwa lagu ini diciptakan untuk saya dan momen di sore hari itu.
寄りかかってもいいんだよ
その二本の足で
ここまで歩いてきたんだから
いい加減に生きてきた
わけじゃないんだ 昨日に 明日に
しがみつかないで
僕の手を握っていて
“Yorikakatte
mo ii nda yo sono nipon no ashi de
Koko
made aruite kita ndakara
Ii
kagen ni ikite kita wake janai nda
Kinou
ni ashita ni shigami tsukanai de
Boku
no te wo nigitte ite”
Sejak
saya mendengarkannya 6 tahun lalu, saya baru tau arti lirik di atas pada saat
saya menulis ini.
“Tak
apa jika kau bersandar
Karena
kau telah berjalan dengan kedua kakimu hingga tempat ini
Itu
bukan berarti menyerah dalam kehidupan
Jangan
hanya terpaku pada hari kemarin maupun hari esok
Genggamlah
tanganku”
Waktu
benar-benar menipu, berjalan sangat cepat saat kita tidak sadar. Jika saja saya
tau begini akhirnya, saya akan sering berjalan pulang lewat stadion mini, untuk
melihat lapangan yang ditumbuhi rumput-tumput hijau dengan beberapa tai anjing
di atasnya, untuk melihat tribun yang bertingkat-tingkat dari depan, untuk
melihat orang-orang yang mengarungi lautan dan penuh semangat meraih cita cita
sedang menghabiskan sore harinya dengan bermain bola, untuk melihat jalan yang
sering saya dan kakak saya lalui saat semester awal, untuk menoleh ke sebelah
kiri sejenak melihat fakultas Teknik uho. Kalau saja saya lakukan itu dulu.
Tapi sayangnya tidak. Tidak apa, masih ada hari esok untuk orang orang yang
berusaha. Masa lalu yang baik adalah masa lalu yang membuat kita kuat di masa
sekarang. Dan masa depan selalu baik.
Aqua
Timez, terima kasih untuk lagu yang indah sudah menemani berlari di senja hari
remaja belasan tahun. tidak masalah kalau kalian sudah bubar, ayo bertemu secara langsung nanti.
Komentar
Posting Komentar