Dunia sudah menetapkan standar kecantikannya sendiri bagi seorang wanita seperti cantik, langsing, intinya semua yang berorientasi pada fisik. Padahal jelas-jelas kita tahu bahwa manusia adalah makhluk yang unik. Selama kurang lebih empat tahun berkuliah di ilmu keperawatan, saya belajar banyak mengenai manusia. Manusia adalah makhluk yang unik, dengan penyakit yang sama, dua orang manusia dapat menunjukkan reaksi yang berbeda, semua itu karena kita dibesarkan di lingkungan yang berbeda, kita berasal dari orang tua yang berbeda dengan pola didik yang berbeda, kita dilahirkan ke dunia ini dengan priviledge dan tanggungjawab yang sudah Allah SWT bebankan ke kita, yang mana itu semua berbeda. Kenapa harus bahkan dengan sukarela mau ikuti standar yang orang lain tetapkan?
Body shaming sudah
mendarah daging pada diri masyarakat, bukan hanya zaman sekarang, tapi
sebenarnya sudah sejak dulu, namun dengan istilah yang berbeda sehingga secara
tidak sadar saya juga dulu sering lakukan bahkan ke adik dan kakak saya
sendiri. Saya baru sadar ternyata saya juga turut andil dalam pembentukan citra
diri seseorang.
Berbicara tentang
citra diri, menurut saya citra diri dapat diartikan sebagai cara seseorang
memandang dirinya, mungkin lebih ke memberi nilai ke dirinya. Saya secara
pribadi bukanlah orang yang terlalu peduli dengan pendapat orang lain terhadap
diri saya. Sehingga terkadang kalau ada yang shout out saya mirip
Suzanna karena dark circle atau lingkar hitam di mata saya, atau karena
badan saya yang menurut ‘standar’ mereka terlalu kurus, saya benar-benar tidak
peduli. Menurut saya, badan saya ideal, saya cantik, percaya diri, saya bisa
pintar jika saya berusaha, dan saya pekerja keras. Sekali lagi, I like to
see me from my point of view hehe..
Satu hal yang saya
sayangkan, pikiran seperti ini baru saya adopsi beberapa tahun lalu. Masih
teringat dulu, hidup di tahun-tahun yang penuh dengan kegitan untuk memenuhi
keinginan orang. Bukan bodoh, itulah proses. Semoga kita semua lebih banyak
bersyukur dengan nikmat yang Allah SWT berikan pada kita. Alhamdulillah.
Menurut Linda
Smolak dalam Body Development in Children, ternyata ada beberapa hal
yang bisa memengaruhi citra tubuh kita, diantaranya jenis kelamin, berat badan,
teman sebaya, konsep diri dan media massa.
Saya agak kaget
kemarin lihat whatsapp story dan snapgram dua teman kuliah saya.
Beliau berdua secara kebetulan sedang ‘marah’ karena berhadapan dengan oknum-oknum
yang membungkus sebuah body shaming dalam sapaan basa-basi sehari-hari.
Teman saya yang pertama, dicecoki pertanyaan yang intinya “eh.. kok kurusan”,
sedangkan teman saya yang lainnya “kok makin besar sih (badannya)?”.
Aneh gak sih, tahun 2021 ini saat kata diversity sudah dideklarasikan
dimana mana dan basa-basi kita masih berputar soal tubuh seseorang, yang
jelas-jelas bukan hak kita. Inilah bagaimana teman sebaya dan media massa ambil
andil dalam citra diri kita.
Tapi sebenarnya,
tanpa saya sadari, dan baru aja sadar belakangan ini, ternyata yang paling suka
membody shamingkan diri saya adalah SAYA SENDIRI. Tanpa sadar, saya
sering memberi komentar dan value terhadap diri sendiri. “kayaknya ni
muka bagusnya kalo begini deh” “agak gemukan kayaknya bagus” “kok
bajunya bagus dipake orang saya ngga”. Ok, I see me. BALIK LAGI KE DIRI
SENDIRI. Kalo kata bapak saya, memasak dan make up adalah kegiatan yang
jika dilakukan untuk diri sendiri itu, tidak perlu tutorial atau standar
apapun. Memasak ya masak saja, soal rasa toh selera kita. Make up juga
begitu, pakai saja warna eye shadow yang disukai, gincu yang mentereng
kah, alis yang tajam setajam sirkuit f1, apa saja yang cocok bagi kita. Sepertinya
laki-laki memang hidup dalam kenyamanan mereka.
Beberapa tahun
lalu sekitar 2016 di pagi hari, saat saya hendak bersiap ke kampus sambil memakai
jilbab di depan cermin. Kakak saya tiba-tiba celatuk tentang kerudung segitiga
yang sedari tadi susah sekali saya fit kan di kepala saya, bagian atas
dan depannya mencong kanan kiri. Kata dia “kalau saya perempuan, saya
akan pakai kerudung langsung (kerudung instan pasang)”. Dalam hati saya, perkataan
ini seperti tidak asing, seperti pernah dengar sebelumnya. Iya, dari bapak
saya.
Kalau saja pikiran
saya sesederhana ini, sayangnya saya masih sering secara tidak sengaja
melakukan hal tertentu untuk menyenangkan hati orang lain.
tulisan ini saya
tulis setelah beberapa saat lalu seorang teman mengatakan saya mirip Suzanna
untuk yang ke-5 kalinya. tidak peduli, dia juga tidak mirip seperti Kento
Yamazaki.
Komentar
Posting Komentar