Beberapa waktu yang lalu, saya melihat postingan salah seorang teman di Whatsapp Storynya kurang lebih sederhananya berbunyi "ketika kamu melakukan suatu hal dan kamu tidak merasa lelah karena hal itu (walaupun sebenarnya itu berat), mungkin itulah yang kamu cari selama ini" (60% ada ketidaktepatan kalimat dari teks asli, saya tidak terlalu baik dalam mengingat teks). kemudian saya tiba-tiba berhenti melakukan hal yang sedang saya lakukan malam itu, sedikit berpikir. Saya sudah melakukan hal ini selama satu tahun. 16 September 2020 ini akan tepat satu tahun. Perasaan ragu yang pernah saya rasakan di awal menjalani ini semua seperti hilang atau bahkan tidak pernah ada. Ragu seperti 'akankah saya bisa bertahan?'. Tidak perlu dibantah dengan kata-kata "semua sudah Allah atur", saya pikir yang seperti itu sudah absolut, sudah seperti itu adanya jadi tidak usah diperdebatkan karena saya 100% juga mengimani hal itu, maksud saya semua yang terjadi ialah kehendak Sang pemilik kehidupan di segala alam Allah SWT.
Malam itu, layaknya sebuah fungsi dalam bahasa pemrograman yang harus dideklarasikan, saya menyatakan:
Saya menyukai hal ini, bagaimana bisa saya baru menemukannya sekarang? inikah 'jodoh' saya? pantaslah sulit ditemukan.
Kalau pada akhirnya tulisan ini akan saya post, orang-orang akan bingung dengan apa yang sedang saya bicarakan. Saya sedang berbicara tentang perkuliahan. Bahwa saya sedang berkuliah di dua bidang yang berbeda. Menurut Judika (2013) dalam singlenya Merindukan Purnama, beliau bilang bahwa ...cinta yang menyatukan kita... berbanding terbalik dengan apa yang terjadi pada saya.
penyatuan ini membuat saya cinta.
Terlalu muda untuk bilang semua ini terlambat, sebaliknya apa yang pernah terjadi sebelumnya saya anggap sebagai prolog yang panjang. Akan seperti apa epilognya?
Malam ini hari Ahad, 5 Juli 2020. Sedang hujan di luar, waktu yang sangat nyaman untuk tiduran sambil nonton You Tube di kasur empuk. Namun tanggungjawab masih ada, maksud saya ada tugas kampus yang harus di kerjakan. sebelum mengerjakan tugas saya luangkan waktu untuk membuka Facebook untuk melihat apa yang 'terjadi'. Salah satu akun yang saya ikuti, seorang dosen di kampus 'baru' saya, mengunggah sebuah foto tentang testimoni buku miliknya dari salah seorang customernya. Customernya berkata beliau, dosen saya, sangat berjasa baginya melalui buku beliau yang sangat menginspirasi. kolom komentarpun begitu banyak respon positif, dan juga berbagai doa serta harapan yang salah satunya adalah "semoga segera mendapatkan NIP (Nomor Induk Pegawai". seketika saya teringat dengan ucapan bapak saya pada tahun 2016. Kata bapak saya..
Sekolah terus sampai dapat NIP
saya sedikit kaget dan teringat pada whatsapp story teman saya yang lain yang pernah saya lihat, dalam Whatsapp Storynya dia menulis caption..
karena standar sukses orang-orang kebanyakan adalah PNS
Saya memperhatikan foto unggahan teman saya dengan baik, terlihat seorang petani 'berdasi' dengan seorang anak kecil di sampingnya yang memegang drone. hamparan sawah yang hijau, asri, subur, dengan beberapa pembangkit listrik tenaga bayu berdiri di sekitar sawah. Sawah menjadi begitu istimewa.
Kembali ke tahun lalu tepatnya 26 April 2019, hari sidang skripsi. Beberapa penguji melontarkan begitu banyak pertanyaan, satu pertanyaan penutup dari salah seorangnya..
Apa yang akan dilakukan dengan gelar sarjana ini?
Tentu saja bekerja, kata saya.
sudah menjadi tanggungjawabmu untuk memperbaiki manajemen rumah sakit di kampung halamanmu
lanjut beliau menasihati saya, mengingat skripsi saya berkaitan dengan manajemen dokumentasi keperawatan. Saya sedikit tidak terima, namun saya diam saja, sampai di kos saya tetap tidak terima. saya belum siap bekerja suka rela. melihat bagaimana realita upah perawat di lapangan sekarang ini. ditambah harapan besar orang tua saya, impian saya, segala imajinasi yang ada (yang saya harap bisa terwujud).
2020 seperti tahun yang entah dari mana.
(Artikel ini saya tulis pada 5 Juli 2020, baru saya upload karena baru ingat ternyata masih di draf)
Komentar
Posting Komentar